Review Film Ratatouille

“Anyone can cook”, yeah benar siapa saja bisa memasak tak terkecuali tikus. Inilah motto dari sebuah film animasi yang berjudul “Ratatouille”. Film hasil produksi dari Walt Disney Pictures ini sudah dapat kita saksikan di bioskop-bioskop di Indonesia khususnya Jakarta.
Film yang disutradarai Brad Bird dan ditulis oleh Jan Pinkava ini berkisah tentang seekor tikus bernama Remy yang memiliki indra penciuman yang sangat tajam. Remy memang seekor tikus yang aneh dan tidak lazim menurut teman-temannya dan ayahnya. Seperti layaknya seekor tikus pada umumnya yang hidup kotor dan suka makanan sisa. Remy justru sebaliknya, Remy seekor tikus yang sangat resik dan dalam soal makanan mengutamakan cita rasa dan kebersihan. Kebayang enggak sih ada seekor tikus seperti ini?
Remy sangat menganggumi akan kreativitas dan tingginya budaya manusia. Karena ketertarikan akan budaya manusia tentang pengolahan makanan maka Remy secara diam-diam menyusup ke rumah seorang nenek dan secara tidak sengaja membaca buku masak dari koki terkenal di Perancis yang bernama Auguste Gusteau. Remy seakan menemukan tujuan hidupnya maka petulangan sesungguhnya pun dimulai hingga tikus ini menjadi koki terkenal di Paris meskipun Remy hanyalah seekor tikus!

Film ini benar-benar sangat saya rekomendasikan untuk ditonton baik muda maupun dewasa. Betapa tidak? Meskipun film ini bergenre animasi tetapi nilai moral yang diajarkan benar-benar sangat tinggi. Penonton akan digugah dan disuguhkan tentang arti penting yang persahabatan, perjuangan yang pantang menyerah serta positif thinking. Bagaimana Remy yang merubah paradigma hidup lingkungan sekitarnya yang notabene hidup jorok dan selalu mencuri makanan sehingga bahkan sekarang teman-teman dan ayahnya hidupnya menjadi berubah. Padahal mana mungkin tikus hidup bersih dan resik? Begitu juga tokoh-tokoh manusia yang ditampilkan dalam film ini juga diajak untuk merubah paradigma mereka bahwa semua orang bisa memasak termasuk tikus padahal dalam pikiran mereka mana mungkin tikus bisa memasak? Toh yang dinilai sebenarnya adalah prestasi dari Remy membuat masakan yang paling enak di Paris meskipun tidak semua orang mampu menerimanya tak terkecuali petugas kesehatan yang kaget setengah mati melihat restaurant tempat Remy bekerja dipenuhi tikus-tikus yang membantu Remy memasak.

Maka tidaklah heran para kritikus film memuji film animasi ini sebagai film terbaik di tahun ini dan bahkan layak untuk mendapatkan oscar. Soal yang terakhir ini kita lihat saja nanti pada Maret 2008.
Secara tekhnis, pembuat film ini membuat film animasi ini dengan sangat detail. Hal ini bisa dilihat dari masakan-masakan yang ditampilkan dalam film ini mendekati aslinya dan menggugah selera penonton. Harapannya adalah bahwa para penonton ikut tergiur bahkan setelah pulang ke rumah, mereka langsung memasak.

Well saya gak bisa cerita banyak-banyak. Silahkan anda menontonnya sendiri…

4 Replies to “Review Film Ratatouille”

  1. Satu lagi kehebatan penulis sebagai pengamat politik tampak dari tulisan ini. Walaupun tatabahasa masih perlu dikembangkan, tak pelak lagi tulisan ini membuat pembaca termenung dan menyesali peperangan demi peperangan yang terjadi karena masing-masing pihak sama-sama menuding pihak seberang sebagai teroris. Saya ingin sekali nonton Farenheit 11/9, yang menceritakan adanya agenda pribadi Bush dalam mengkomandoi penyerangan ke Irak.

    “Imagine all people living life in peace” John Lennon

  2. saya pengen banget nonton film ini, tapi sepertinya saya bersabar secara tinggal di Solo, agak2 lambat gitu. Kemaren baru aja nonton The Messenger, jadul banget kan?
    he he he he gpp sabar deh. tapi nggak sabar juga!

  3. saya pengen bgt lho nonton film nie
    tp blum da di Medan
    ga mgknkan sya pgi ke jakarta
    mdh2N filmny cept nympek ya
    hhhhhh

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.